Putra Nabi Yang Meninggal
Ketidaktahuan Nabi Nuh as atas Kekufuran Putranya
Banyak dari kalangan mufasir berpendapat bahwa Nabi Nuh as tidak mengetahui sebelumnya mengenai kekufuran putranya sehingga ketika melihat putranya itu, ia mengajaknya untuk ikut naik ke atas bahtera. [8] Karena jika Nabi Nuh as telah mengetahui bahwa putranya itu kufur, maka tentu ia tidak akan mengajak putranya tersebut. Nabi Nuh as sebelumnya telah mengecam kekufuran dan menghendaki dari Allah swt agar tidak menyisakan orang-orang kafir hidup di muka bumi dan tentu mengkhususkan doanya tersebut tidak tertimpa untuk anaknya karena hubungan kekeluargaan adalah sesuatu yang tidak dapat diterima akan dilakukan oleh Nabi Nuh as. [9]
Sebagian dari mufasir dengan melihat cara Nabi Nuh as berdialog dengan putranya sebagaimana yang diriwayatkan dalam Alquran menunjukkan Nabi Nuh as tidak mengetahui mengenai kekufuran putranya tersebut. Jika Nabi Nuh as mengetahui sebelumnya bahwa putranya itu kufur, ia tidak akan berkata, "Janganlah engkau bersama orang-orang kafir", [10] melainkan akan berkata, "Janganlah engkau termasuk golongan orang-orang kafir." Karena pada kalimat pertama sebagaimana yang tertulis dalam Alquran menunjukkan arti bersama-sama akan mendapatkan bala dan bencana karena berada pada tempat yang sama, tidak menunjukkan bahwa putranya itu juga termasuk orang-orang kafir, dengan kalimat permintaan dari Nabi Nuh as tersebut menunjukkan bahwa ia tidak mengetahui kekufuran anaknya sehingga ia menyarankan agar putranya tersebut tidak bersama-sama dengan orang-orang kafir. [11]
Allamah Thabathabai berkeyakinan dari lahiriyah ayat menunjukkan bahwa Allah swt telah berjanji pada Nabi Nuh as akan menyelamatkan dia bersama keluarganya dari |badai topan, namun dikarenakan Nabi Nuh as tidak mengetahui kekufuran putranya, ia sebagaimana diceritakan dalam Surah Hud ayat 45 menagih janji tersebut kepada Allah swt. [12]
Nabi Muhammad SAW memiliki tiga putra dari pernikahannya. Beliau memberikan nama-nama yang berarti baik lagi mulia. Namun, atas ketetapan dan kuasa Allah SWT, ketiganya meninggal ketika masih kecil.
Merangkum buku Sejarah Agung Hasan dan Husain yang disusun oleh Ukasyah Habibu Ahmad, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan sejarawan muslim mengenai jumlah istri Rasulullah SAW. Namun, pendapat yang paling banyak disepakati ialah 12 orang.
Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid RA, Saudah binti Zam'ah RA, Aisyah binti Abu Bakar RA, Hafshah binti Umar RA, Zainab binti Khuzaimah RA, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah RA, Zainab binti Jahzi RA, Juwairiyah binti al-Harits RA, Ummu Habibah binti Abu Sufyan RA, Shafiyah binti Huyai RA, Mariyah al-Qibthiyah RA, dan Maimunah binti al-Harits RA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari istri-istri tersebut, Rasulullah dikaruniai tujuh orang anak yang terdiri atas tiga anak laki-laki dan empat anak perempuan. Putra dan putri beliau adalah Qasim RA, Abdullah RA, Zainab RA, Ruqayyah RA, Ummu Kultsum RA, Fatimah RA, dan Ibrahim RA.
Keenam putra dan putri beliau lahir dari rahim Sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA. Sementara itu, satu orang putra lahir dari rahim Sayyidah Mariyah al-Qibthiyah RA, yakni Ibrahim RA.
Qasim atau Al-Qasim terlahir sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi dan rasul. Namun, pada usia sekitar 2 tahun kematian menjemputnya. Di masa yang sama, lahir Zainab. Setelah dewasa, Zainab menikah dengan Laqih yang bergelar Abul Ash bin Rabi.
Adapun Abdullah atau yang dijuluki dengan gelar Ath-Thayyib dan At-Thahir juga lahir pada masa pra kenabian, meski dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah dilahirkan pasca Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul.
Sama halnya dengan Qasim, Abdullah juga meninggal pada waktu masih bayi sehingga tidak banyak catatan yang tertinggal tentangnya. Disebutkan dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif bahwa Abdullah wafat ketika Rasulullah masih berada di Mekkah.
Sementara itu, putra Rasulullah yang bernama Ibrahim, yang juga satu-satunya anak kandung beliau yang lahir selain dari rahim Khadijah, lahir di bulan Dzulhijjah pada tahun ke-8 H. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopian Muhammad.
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ibrahim wafat sejak masih kecil, yakni ketika masih beberapa bulan. Menurut riwayat yang berbeda, Ibrahim wafat pada umur 2 tahun. Meskipun kebersamaan Rasulullah bersama Ibrahim sangat singkat, tetapi kehadiran putra bungsunya memberikan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga beliau.
Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul dan nabi terakhir. Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur'an surat Al Ahzab ayat 40,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ
Artinya: Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Syahruddin El-Fikri menyebutkan dalam bukunya Situs-Situs dalam Al-Qur'an: Dari Peperangan Daud Melawan Jalut Hingga Gua Ashabul Kahfi bahwa Ibnu Abbas, sahabat sekaligus mufassir terkemuka di zaman nabi mengomentari ayat tersebut dengan menafsirkan firman Allah sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah Yang Maha Mengetahui.
Allah tidak menjadikan salah satu anak Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul karena sejatinya Allah berkehendak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Tidak sama seperti nabi-nabi dari zaman sebelumnya yang merupakan ayah dan anak.
Berdasarkan logika tersebut, Ibnu Abbas mengaitkan bukti sejarah bahwa putra-putra Rasulullah wafat di usianya yang masih amat belia. Apabila putra-putra Rasulullah hidup sampai dewasa, tidak mustahil jika di kemudian hari orang-orang akan mendewakan salah satunya dan mengangkatnya sebagai nabi.
Namun, karena ketetapan dan kekuasaan Allah, putra-putra Rasulullah pun kembali ke sisi-Nya. Allah telah menetapkan takdir mereka dengan tidak menjadikan salah satu di antara mereka hidup hingga dewasa. Hal itulah yang mempertegas bahwa Rasulullah adalah nabi sekaligus rasul terakhir yang diutus oleh Allah.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abi Aufa, dia berkata, "Putra Nabi Muhammad SAW meninggal dunia ketika masih kecil. Seandainya setelah Nabi Muhammad SAW itu akan diutus nabi lagi, maka dialah yang akan menjadi penggantinya (putra Nabi Muhammad SAW). Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak akan ada nabi lagi setelahnya."
Itulah nama-nama ketiga putra Nabi Muhammad yang meninggal di usia mereka yang masih kecil. Dengan mengetahui kebenarannya, semoga umat muslim dapat semakin mengimani bahwa Rasulullah merupakan nabi dan rasul terakhir.
© 2023 Pustaka Musik Asia
℗ 2023 Pustaka Musik Asia
Bantahan terhadap Film berjudul: His Only Son
Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Baru-baru ini, sebuah film berjudul His Only Son tayang di beberapa bioskop di Indonesia. Film tersebut menuai kontroversi karena dalam ceritanya menyebut bahwa Nabi Ishak Alaihi Salam yang dikorbankan oleh Nabi Ibrahim Alaihi Salam.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Beberapa tokoh masyarakat di Indonesia menolak film tersebut ditayangkan untuk khalayak umum karena ceritanya bisa meracuni akidah umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di Indonesia.
Pada tulisan berikut, penulis akan memaparkan kebohongan sejarah tentang siapa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Hal itu dibuat oleh kaum Yahudi untuk membolak-balikkan fakta kebenaran kisah dalam Al-Qur’an.
Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Bangsa Arab yang merupakan putra sah dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Dari nasab jalur beliau lah, silsilah (garis keturunan) Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam sampai kepada Nabi Ibrahim Alaihi Salam.
Fakta itulah yang diingkari oleh Kaum Yahudi sehingga mereka terus-menerus berusaha memalsukan sejarah tentang keabsahan nasab Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam sebagai pelanjut agama yang dibawa Nabi Ibrahim Alaihi Salam.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Penjelasan Para Ulama Tafsir
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai ibadah qurban termaktub dalam Al-Quran surah As-Shaffat [37] ayat 99-111, yaitu:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) (الصفّت [٣٧] : ١٠١ــــ١٠٧)
“Maka Kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (101). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103) Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim (104), Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106) Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
As-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Isma’il Al-Fatani dalam kitab Misbahul Munir menjelaskan maksud “anak yang sabar” pada ayat: {فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ} “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” adalah Ismail Alaihi salam yang lahir dari seorang wanita shalihah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam, bernama Hajar.
Di antara sahabat yang berpendapat bahwa yang disembelih ialah Ismail antara lain Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, dan Abu at-Thufail ‘Amir bin Watsilah. Dari kalangan tabiin antara lain Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan al-Bashri. Kalangan mufasir yang mendukung pendapat ini ialah Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, At-Thabrisi, Thabathabai, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, Thabathabai, An-Nasafi, Sa’id Hawa’, Thahir ibnu ‘Asyur.
Menurut Sheikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, dalam bukunya Zaujatul Ambiya, Hajar pada awalnya merupakan budak yang membantu Sarah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam yang pertama. Hajar lah yang menemani Nabi Ibrahim Alaihi salam dalam perjalanan panjang dari Palestina menuju Makkah.
Berita gembira kelahiran Ismail Alaihi salam disebutkan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail Alaihi salam. Adapun berita gembira kelahiran Ishaq disebutkan dengan diksi ghulām alīm (anak pintar), bahwa Nabi Ishak Alaihi salam akan menjadi seorang ulama di masa dewasanya (Tafsir At-Thabari, 8/7626).
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Adapun janji Ismail Alaihi salam yang telah dilaksanakannya dengan benar. Ia telah menyerahkan diri untuk jadi qurban, tanpa ragu-ragu dan bimbang. Makanya ia berhak untuk mendapat keistimewaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang benar janjinya.
Buah dari kesabaran atas ujian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantinya dengan hewan sebagai qurban, dan menyelamatkan Ismail dari rencana untuk disembelih.
Penjelasan Ibnu Katsir
Untuk memastikan bahwa putra Ibrahim Alaihi salam yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam, Ibnu Katsir dalam tafsirnya membuat judul “Atsar-atsar yang bersumber dari ulama salaf tentang siapa yang disembelih”.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Setelah menjelaskan kelemahan-kelemahan dari pendapat yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam, yang ternyata sanad-sanadnya dhaif, bahkan ada yang matruk (perawinya bohong) dan munkar (tidak diterima), Ibnu Katsir kemudian membuat judul selanjutnya:” Atsar-atsar yang menyebutkan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam” yang derajatnya adalah shahih dan dapat dijadikan pegangan pasti.
Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat dari Ibu Abbas: “Bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Sementara orang Yahudi yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam sesungguhnya mereka telah berdusta.”
Israil (seorang ahli hadits) meriwayatkan dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Ibnu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa dia (yang disembelih) adalah Ismail Alaihi salam. Hal yang sama juga dikatakan oleh Yusuf bin Mahran. As-Sya’bi mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam dan dia pernah melihat sepasang tanduk gibasy (domba) di dalam Ka’bah.
Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa anak yang diperintahkan Allah agar disembelih oleh Ibrahim Alaihi salam di antara salah satu dari anaknya adalah Ismail Alaihi salam.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Muhammad bin Ka’ab ada bersamanya di Syam ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah. Ia berkata: “Sesungguhnya berita ini merupakan berita yang belum aku perhatikan dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau katakan.”
Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz memanggil seorang laki-laki Yahudi dari kalangan ulama mereka yang sudah memeluk Islam dan berbuat baik dalam keislamannya. Lalu, Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya: “Manakah di antara kedua putra Ibrahim Alaihi salam yang diperintahkan untuk disembelih?” Laki-laki itu menjawab: “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar tahu tentang hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian Bangsa Arab, jikalau bapak kalian lah yang dimaksudkan dalam perintah Allah serta keutamaan yang dimiliki Ismail Alaihi salam berkat kesabarannya. Mereka berbalik mengingkari hal tersebut dan menganggap bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam karena ia adalah Bapak moyang mereka.”
Dalam ayat lainnya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ (Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya) dalam surah Maryam [19]: 54) merupakan sifat yang menonjol pada diri Nabi Ismail Alaihi salam, sekalipun sifat itu bisa saja tampak pada diri orang lain. Namun, semua ahli sejarah sepakat bahwa sifat mulia itu tersemat pada diri Ismail Alaihi salam yang tulus dalam berjanji dan menunaikannya.
Dalam buku Zādul Ma’ād karya Ibnu Qayyim Al-Jauzi dan beberapa referensi kitab lainnya menyimpulkan bahwa, yang jadi qurban itu Ismail Alaihi salam. Demikian pula pendapat sebelumnya yang diperkuat hadits riwayat Al-Hakim dari Muawiyah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam tidak menyangkal dengan gelar yang diberikan orang-orang yang menyebutnya ‘Ibn al-Zabīhīn” (anak keturunan kurban), sebagaimana sebuah hadits:: أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ “Saya adalah putra dua orang yang dikurbankan.”
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Maksud dari dua putra yang dikurbankan adalah: pertama, Nabi Ismail Alaihi Salam yang dikurbankan untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Kedua adalah Abdullah bin Abdul Muthalib (ayahanda Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam).
Abdul Muthalib (kakek Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam) bernadzar apabila memiliki sepuluh anak lelaki yang dewasa, maka salah satunya akan dikurbankan di samping ka’bah. Setelah Abdul Muthalib mengundi, siapa yang akan dikurbankan, nama yang selalu muncul adalah Abdullah. Kemudian atas saran dan petunjuk para tokoh Arab, akhirnya Abdullah tidak jadi dikurbankan. Sebagai gantinya, Abdul Muthalib menggantinya dengan 100 ekor unta.
Sumber dari Ahli Kitab
Menurut sebagian kaum Ahli Kitab, disebutkan di dalam nas kitab-kitab mereka bahwa ketika Ibrahim Alaihi salam mempunyai anak Ismail, ia berusia 86 tahun dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq dari istrinya Sarah, beliau berusia 99 tahun.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Jadi selisih umur Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam adalah 13 tahun. Kaum Ahli Kitab mengakui bahwa Nabi Ibrahim Alaihi salam diperintahkan untuk menyembelih anak tunggalnya, atau dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya.
Akan tetapi, orang-orang Yahudi mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq Alaihi salam. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka.
Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq Alaihi salam sebagai ganti Ismail Alaihi salam karena bapak moyang mereka adalah Ishaq Alaihi salam, sedangkan Ismail Alaihi salam adalah bapak moyang bangsa Arab.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Kebiasaan orang Yahudi mengubah ayat-ayat kitabullah dan berdusta disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran, antara lain:
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (ال عمران [٣]: ٧٨)
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 78)
مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ۚ…. (النساء[٤]: ٤٦)
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama…..” (QS. An-Nisa [4]: 46)
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ۙ وَنَسُوا۟ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۖ…. (المائدة[٥]: ١٣)
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat),…” (QS. Al-Maidah [5]: 13)
Orang-orang Yahudi dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan pengertian anak tunggal dengan “anak yang ada di sisimu.”
Takwil penyimpangan seperti ini merupakan hal yang batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam. Lagi pula, secara manusiawi, anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Karena Al-Quran telah menyebutkan berita gembira bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam akan kelahiran seorang putra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih), maka jelaslah bahwa yang dimaksud adalah Ismail Alaihi salam, bukan Ishaq Alaihi salam.
Kebohongan untuk Menghancurkan Kaum Muslimin
Kebohongan bangsa Yahudi itu ditiru dan dipraktikkan oleh Bangsa Barat sejak dahulu sampai sekarang. Mereka melakukan banyak kebohongan dalam berbagai bidang. Sebagai contoh, dalam bidang kedokteran, ilmuwan Inggris, William Harvey (w. 1657 M) dinobatkan sebagai penemu sistem sirkulasi darah. Padahal ilmuwan Muslim bernama Ibnu An-Nafis (w. 1288 M) lah yang pertama kali menjabarkan sistem peredaran darah tersebut.
Di bidang politik, pemimpin penjajah Portugis di Maluku, de Mesquita memerintahkan kepada Martin Alfonso Pimenta untuk membunuh Sultan Khairul Jamil (Ternate) pada 28 Februari 1570 M. Saat itu, Sultan Khairul dijebak dengan siasat undangan perundingan damai.
Begitu pula siasat licik yang digunakan oleh penjajah Belanda ketika hendak menangkap Pangeran Abdul Hamid (Pangeran Diponegoro) di pulau Jawa. Setelah dibujuk untuk menandatangani perjanjian damai dengan Belanda di Magelang, 28 Maret 1830 M.
Kebohongan lain juga dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush ketika akan menyerang Irak pada 2002 silam. Bush melegitimasi aksi penyerangannya dengan fitnah keji bahwa Presiden Irak Saddam Husein membuat dan menyimpan senjata pemusnah massal. Ternyata hingga saat ini, fitnah itu tidak pernah terbukti. Di Irak tidak ditemukan sama sekali senjata pemusnah massal seperti yang dituduhkan AS.
Dari deretan fakta kebohongan di atas, penulis meyakini bahwa film His Only Son dasarnya adalah sebuah kebohongan. Penulis berkeyakinan bahwa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi salam adalah Nabi Ismail Alaihi salam, bukan Nabi Ishaq Alaihi salam sesuai dengan fakta-fakta sejarah dan dalil-dalil dengan kekuatan sanad (sandaran periwayatan) nya.
Maka, penulis mengimbau agar kaum Muslimin tidak menonton film tersebut agar kita semua tidak termasuk dalam golongan orang-orang Kafir dan Munafik, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah An-Nisa [4] ayat 140:
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلْكِتَٰبِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا۟ مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦٓ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلْمُنَٰفِقِينَ وَٱلْكَٰفِرِينَ فِى جَهَنَّمَ جَمِيعًا (النساء [٤]: ١٤٠)
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.”
وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِالصَّوابِ
Mi’raj News Agency (MINA)
Wir verwenden Cookies und Daten, um
Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um
Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.
Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.
Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.
Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Perdebatan di kalangan para peneliti sejarah mengenai siapa sebenarnya putra Nabiyullah Ibrahim Alaihi salam yang disembelih menarik untuk disimak. Apakah Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Bangsa Arab ataukah Nabi Ishaq Alaihi salam yang merupakan kakek moyang bangsa Yahudi?
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai ibadah qurban termaktub dalam Al-Quran surah As-Shaffat [37] ayat 99-111, yaitu:
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (٩٩) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (١٠٨) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (١٠٩) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (١١١) (الصفّت [٣٧] : ٩٩ــــ١١١
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
“Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.(99) Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh (100) Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (101). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103)Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim (104), sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106)Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu). (108)Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. (109) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (110) Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (111)”.
Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Isma’il Al-Fatani dalam kitab Misbahul Munir menjelaskan maksud anak yang sabar pada ayat:{فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ} “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” adalah Ismail Alaihi salam yang lahir dari seorang wanita shalihah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam, bernama Hajar.
Di antara sahabat yang berpendapat bahwa yang disembelih ialah Ismail antara lain Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, dan Abu at-Thufail ‘Amir bin Watsilah. Dari kalangan tabiin antara lain Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan al-Bashri. Kalangan mufasir yang mendukung pendapat ini ialah Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, At-Thabrisi, Thabathabai, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, Thabathabai, An-Nasafi, Sa’id Hawa’, Thahir ibnu ‘Asyur.
Menurut Sheikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, dalam bukunya Zaujatul Ambiya, Hajar pada awalnya merupakan budak yang membantu Sarah, istri Nabi Ibrahim Alaihi salam yang pertama. Hajar lah yang menemani Nabi Ibrahim Alaihi salam dalam perjalanan panjang dari Palestina menuju Makkah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Menurut kaum Ahli Kitab, disebutkan di dalam nas kitab-kitab mereka bahwa ketika Ibrahim Alaihi salam mempunyai anak, Ismail, ia berusia 86 tahun dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq dari istrinya Sarah, beliau berusia 99 tahun. Jadi selisih umur Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam adalah 13 tahun. Kaum Ahli Kitab mengakui bahwa Nabi Ibrahim Alaihi salam diperintahkan untuk menyembelih anak tunggalnya, atau dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya.
Akan tetapi, orang-orang Yahudi mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq Alaihi salam. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq Alaihi salam sebagai ganti Ismail Alaihi salam karena bapak moyang mereka adalah Ishaq Alaihi salam, sedangkan Ismail Alaihi salam adalah bapak moyang bangsa Arab. Kebiasaan orang Yahudi mengubah ayat-ayat kitabullah dan berdusta disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran, antara lain:
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (ال عمران [٣]: ٧٨)
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 78)
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ۚ…. (النساء[٤]: ٤٦)
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama…..” (QS. An-Nisa [4]: 46)
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ۙ وَنَسُوا۟ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۖ…. (المائدة[٥]: ١٣)
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat),…” (QS. Al-Maidah [5]: 13)
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Orang-orang Yahudi dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan pengertian anak tunggal dengan “anak yang ada di sisimu”. Alasannya karena Ismail Alaihi salam telah dibawa pergi oleh Ibrahim Alaihi salam bersama ibunya ke Mekah.
Takwil penyimpangan seperti ini merupakan hal yang batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam. Lagi pula, secara manusiawi, anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Ibnu Katsir menyebutkan, sejumlah ahlul ‘ilmi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq Alaihi salam, menurut apa yang telah diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf; sehingga ada yang menukilnya dari sebagian sahabat. Tetapi hal tersebut bukan bersumber dari Kitabullah, bukan pula dari Sunnah. Dapat dipastikan bahwa hal tersebut tidaklah diterima, melainkan dari ulama Ahli Kitab, lalu diterima oleh orang Muslim tanpa alasan yang kuat.
Karena Al-Quran telah menyebutkan berita gembira bagi Nabi Ibrahim Alaihi salam akan kelahiran seorang putra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih), maka jelaslah bahwa yang dimaksud adalah Ismail Alaihi salam, bukan Ishaq Alaihi salam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Sementara itu, kalangan Syiah menganggap bahwa orang yang menyebarkan berita kebohongan mengenai hal itu adalah seorang Bernama Ka’ab Al-Ahbar. Ia adalah seorang anak Yahudi yang dipercaya memberi fatwa kepada umat Islam di masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
Sahabat Abu Dzar al-Ghifari yang masih hidup semasa itu sempat sangat marah kepada Ka’ab. Abu Dzar pernah memukul Ka’ab dengan tongkat yang dibawanya sambil berkata: “Hai anak dari wanita Yahudi! Apakah engkau ingin mengajari kami tentang agama kami?”
Pada masa pemerintahan Mu’awiyyah, Ka’ab juga dipercaya untuk menjadi pembesar di Damaskus. Dari jabatannya itu, ia membuat-buat cerita dusta tentang keunggulan kota Damaskus serta para penghuninya lebih unggul dari kota lain atau provinsi lain sehingga timbul kebanggaan orang-orang Damaskus dan muncul perasaan kagum orang-orang yang tidak bermukim di kota itu.
Berita gembira kelahiran Ismail Alaihi salam disebutkan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail Alaihi salam. Adapun berita gembira kelahiran Ishaq disebutkan dengan diksi ghulām alīm (anak pintar), bahwa Nabi Ishak Alaihi salam akan menjadi seorang ulama di masa dewasanya (Tafsir At-Thabari, 8/7626).
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Dalam ayat lainnya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ (Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya) dalam surah Maryam [19]: 54) merupakan sifat yang menonjol pada diri Nabi Ismail Alaihi salam, sekalipun sifat itu bisa saja tampak pada diri orang lain. Namun, semua ahli sejarah sepakat bahwa sifat mulia itu tersemat pada diri Ismail Alaihi salam yang tulus dalam berjanji dan menunaikannya.
Adapun janji Ismail Alaihi salam yang telah dilaksanakannya dengan benar. Ia telah menyerahkan diri untuk jadi qurban, tanpa ragu-ragu dan bimbang. Makanya ia berhak untuk mendapat keistimewaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang benar janjinya.
Buah dari kesabaran atas ujian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantinya dengan hewan sebagai qurban, dan menyelamatkan Ismail dari rencana untuk disembelih, lalu Ibrahim diberi putera lainnya : وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ (Dan kami beri Ibrahim Ishaq).
Dalam buku Zādul Ma’ād karya Ibnu Qayyim Al-Jauzi dan beberapa referensi lainnya menyimpulkan bahwa yang jadi qurban itu Ismail Alaihi salam. Demikian pula pendapat sebelumnya yang diperkuat hadits riwayat al-Hakim dari Muawiyah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam tidak menyangkal denga gelar yang diberikan orang-orang yang menyebutnya ‘ Ibn al-Zabīhīn” (anak keturunan korban). Sebagaimana diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan darinya, bahwa beliau bersabda: أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ “Saya adalah putra dua orang yang dikorbankan.” Dalam hadits riwayat Al-Hakim, yang dimaksud dua orang yang dikorbankan adalah; Pertama, Abdullah bin Abdul Muttalib, yang ketika itu Abdul Muttalib bernazar akan menyembelih putranya yang kesepuluh jika ia memiliki anak lelaki. Namun atas saran masyarakat Makkah, Abdullah tidak jadi disembelih dan sebagai gantinya, Abdul Muttalib menyembelih seratus ekor unta.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Kedua, adalah Nabi Ismail Alaihi salam yang merupakan kakek moyang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi salam dan bangsa Arab dari jalur Adnan. Menurut Ibnu Katsir, hadits tersebut kedudukannya Gharib sekali, sementara ulama lain mengatakan shahih.
Untuk memastikan bahwa putra Ibrahim Alaihi salam yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam, Ibnu Katsir dalam tafsirnya membuat judul “Atsar-atsar yang bersumber dari ulama salaf tentang siapa yang disembelih”.
Setelah menjelaskan kelemahan-kelemahan dari pendapat yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam, yang ternyata sanad-sanadnya dhaif, bahkan ada yang matruk (perawinya bohong) dan munkar (tidak diterima), Ibnu Katsir kemudian membuat judul selanjutnya :”Atsar-atsar yang menyebutkan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam” yang derajatnya adalah shahih dan dapat dijadikan pegangan pasti.
Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat dari Ibu Abbas: “Bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Sementara orang Yahudi yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam sesungguhnya mereka telah berdusta.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Israil (seorang ahli hadits) meriwayatkan dari Saur, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam. Ibnu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa dia (yang disembelih) adalah Ismail Alaihi salam. Hal yang sama juga dikatakan oleh Yusuf bin Mahran. As-Sya’bi mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail Alaihi salam dan dia pernah melihat sepasang tanduk gibasy (domba) di dalam Ka’bah.
Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia tidak pernah meragukan masalah ini bahwa anak yang diperintahkan Allah agar disembelih oleh Ibrahim Alaihi salam di antara salah satu dari anaknya adalah Ismail Alaihi salam.
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Muhammad bin Ka’ab ada bersamanya di Syam Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah. Ia berkata: “Sesungguhnya berita ini merupakan berita yang belum aku perhatikan dan sesungguhnya aku hanya berpendapat seperti apa yang engkau katakan.”
Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz memanggil seorang laki-laki Yahudi dari kalangan ulama mereka yang sudah memeluk Islam dan berbuat baik dalam keislamannya. Lalu, Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya: “Manakah di antara kedua putra Ibrahim Alaihi salam yang diperintahkan untuk disembelih?” Laki-laki itu menjawab: “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar tahu tentang hal tersebut, tetapi mereka dengki terhadap kalian, Bangsa Arab jikalau bapak kalian yang dimaksudkan dalam perintah Allah serta keutamaan yang dimiliki Ismail Alaihi salam berkat kesabarannya. Mereka berbalik mengingkari hal tersebut dan menganggap bahwa yang disembelih adalah Ishaq Alaihi salam karena ia adalah Bapak moyang mereka.” Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih tahu tentang siapa sebenarnya yang disembelih. Yang pasti, baik Ismail Alaihi salam dan Ishaq Alaihi salam, keduanya adalah hamba yang baik dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Dari uraian di atas, penulis berkeyakinan bahwa yang disembelih oleh Nabi Ibrahim Alaihi salam adalah Nabi Ismail Alaihi salam, bukan Nabi Ishaq Alaihi salam, sesuai dengan fakta-fakta sejarah dan kekuatan sanad (sandaran periwayatannya).
Wallahu a’alam bis shawab. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Putra Nabi Nuh as adalah salah saeorang anak dari Nabi Nuh as yang karena menolak beriman, ia bersama orang-orang kafir mendapatkan azab dari Allah swt berupa ditenggelamkan lewat angin badai. Kisah mengenai putra Nabi Nuh as ini diceritakan dalam Alquran pada Surah Hud ayat 40 sampai 47. Terdapat perbedaan pendapat antara mufasir mengenai beberapa bagian detail dari peristiwa tersebut. Mayoritas mufasir berpendapat, ia adalah putra kandung Nabi Nuh as yang kekafirannya tidak diketahui oleh Nabi Nuh as yang karena itu ia mengajak putranya itu untuk ikut menaiki bahtera agar selamat.
mengajak putranya menaiki bahtera dalam Kitab Majma' al-Tawarikh abad 9 H
Syubhat mengenai Putra Nabi Nuh as
Pada ayat 46 dalam surah Hud disebutkan, "Wahai Nuh, ia bukan dari keluargamu" menimbulkan polemik dan perbedaan pendapat di kalangan mufasir mengenai status Kan'an. Sebagian dengan bersandar pada ayat ini dan juga ayat lainnya seperti ayat 10 Surah Al-Tahrim yang menyebutkan istri Nabi Nuh as sebagai contoh istri yang berkhianat. Mereka berpendapat bahwa anak yang ditenggelamkan tersebut bukan anak kandung Nabi Nuh as melainkan anak haram dari istrinya. [4] Sementara banyak mufasir lain dari kalangan Ahlusunah dan Syiah dengan bersandar pada riwayat yang ada, berpendapat tafsir ayat 45 dan 46 pada Surah Hud tidak membenarkan pandangan tersebut, dan berkeyakinan kata "فخانتاهما" (lalu kedua istri itu berkhianat pada kedua suaminya) dalam Alquran tidak menunjukkan bahwa istri Nabi Nuh as pelaku zina sehingga tidak bisa dikatakan bahwa ia memiliki anak haram. [5]
Allamah Thabathabai berpendapat bahwa yang tengelam dalam lautan badai adalah putra kandung dan sah Nabi Nuh as. Ia bersandar pada bentuk panggilan sebagaimana yang diceritakan dalam Surah Hud ayat 42, "Wahai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami", jenis panggilan tersebut adalah panggilan kasih sayang yang hendak menunjukkan bahwa ia mencintai dan menginginkan kebaikan bagi putranya tersebut. [6] Pendapat bahwa Kan'an adalah putra kandung Nabi Nuh as juga disebutkan dalam Tafsir al-Amtsal (Tafsir Nemuneh), Majma' al-Bayan dan Tafsir Thabari sehingga diakui sebagai pendapat yang paling kuat. [7]
Kisah Putra Nabi Nuh as
Nabi Nuh as memiliki empat putra, yaitu Sam, Ham, Yafet dan Kan'an. Diantara mereka, Kan'an satu-satunya anak Nabi Nuh as yang mengabaikan ajakan ayahnya dan tidak mau beriman, yang akhirnya mendapatkan azab Ilahi berupa badai topan yang menenggelamkannya bersama dengan orang-orang kafir. [1]
Kisah putra Nabi Nuh as dalam Alquran sebagaimana tujuan dari kisah-kisah Alquran lainnya sehingga rincian kisah dan karakteristik khusus putra Nabi Nuh as tidak disampaikan secara detail. [2]
Satu-satunya penggambaran mengenai putra Nabi Nuh as dalam Alquran yaitu ketika badai topan telah dimulai dan putra Nabi Nuh as berada di luar bahtera. Menurut Alquran, Nabi Nuh as ketika mellihat putranya, ia segera mengajaknya untuk menaiki bahtera agar selamat namun putranya tersebut mengabaikan permintaan ayahnya dan berkata akan pergi ke puncak gunung yang disebutnya ia akan di tempat tersebut. Nabi Nuh as kembali mengajak putranya untuk naik ke bahtera dan berkata bahwa topan tersebut adalah azab dari Allah swt yang tidak ada yang akan selamat kecuali Allah swt menghendaki.
Kemudian gelombang air menerjang memisahkan keduanya, sampai pada akhirnya putra Nabi Nuh as tewas ditelan badai. [3]