Kaisar Romawi Mana Yang Melegalkan Kekristenan
Dinasti Frigia atau Amorian (820-867)
Kaisar Tunggal Terakhir (392 – 395)
Jule Berlin/Getty Images
Patung perunggu Gaius Julius Caesar Octavianus, lebih dikenal sebagai Imperator Caesar Augustus.
Nationalgeographic.co.id—Butuh beberapa tahun bagi Augustus untuk mengkonsolidasikan posisinya, karena pembunuhan Julius Caesar menyebabkan pengambilan kekuasaan oleh Antony.
Augustus (63 SM–14 M), adalah sosok pria yang menarik dan kontroversial, mungkin merupakan tokoh paling penting dalam sejarah Romawi, melampaui pendahulunya, Julius Caesar dalam hal umur panjang dan kekuasaan.
Selama berumur panjang, kaisar Augustus, Republik yang gagal diubah menjadi Kekaisaran itu mampu bertahan selama berabad-abad.
"Augustus merupakan salah satu kaisar besar yang membangun sebagian kekuasaan Romawi. Ia dilahirkan dengan banyak nama. Nama lahir Augustus adalah Gaius Octavius," tulis NS Gill.
Gill menulis kepada Thought.co dalam artikelnya yang berjudul How Were Julius Caesar and His Successor Augustus Related?
Bahkan hingga hari ini, beberapa sejarawan masih memanggilnya Octavius ketika membahas kehidupan awalnya. Nama lain dari Augustus adalah Octavianus Augustus, Augustus Caesar dan Augustus Julius Caesar.
Lantas, bagaimana hubungan Augustus sang kaisar besar Romawi dengan pendahulunya Julius Caesar?
Augustus, yang dikenal sebagai Caesar Augustus atau Octavianus, adalah keponakan buyut Kaisar Romawi Julius Caesar yang dia adopsi sebagai putra dan ahli warisnya.
Pada pertengahan abad pertama SM, Julius Caesar sangat membutuhkan ahli waris. Dia tidak memiliki putra, hanya memiliki seorang putri, bernama Julia Caesaris yang hidup sekitar tahun 76–54 SM.
Julius Caesar menikah beberapa kali, terakhir kali dengan saingan lama Caesar dan teman Pompey, Julia yang hanya dianugerahi satu anak, yang meninggal saat lahir bersama ibunya pada tahun 54 SM.
Walters Art Museum/Wikipedia
Meski menjadi orang paling berkuasa di Romawi, Augustus memiliki masalah pelik. Ketiadaan ahli waris dapat mengacaukan segala kerja kerasnya untuk Romawi.
Hal itulah yang mengakhiri harapan ayahnya untuk pewaris darah langsungnya sendiri (dan kebetulan mengakhiri kemungkinan gencatan senjata dengan Pompey).
Jadi, sebagaimana tradisi yang umum di Roma kuno dulu dan kemudian, Julius Caesar memutuskan untuk mencari saudara terdekatnya yang memiliki anak laki-laki untuk diadopsi sebagai putranya sendiri.
"Dalam hal ini, pemuda yang dimaksud adalah Gayus Octavius muda, yang diadopsi Caesar dari saudaranya sendiri di tahun-tahun terakhir hidupnya," imbuhnya.
Ketika Caesar pergi ke Spanyol untuk melawan Pompeians pada tahun 45 SM, Gaius Octavius pergi bersamanya. Caesar, yang mengatur jadwal sebelumnya, menunjuk Gaius Octavius sebagai letnan utamanya atau Magister Equitum (Tuan Kuda) sekitar tahun 43 atau 42 SM.
Baca Juga: Marcus Cocceius Nerva, Kaisar Romawi Tua yang Sukses di Saat Krisis
Baca Juga: Lucius Verus: Kaisar Romawi yang Doyan Judi dan Hiburan Malam
Baca Juga: Septimius Severus: Bagaimana Orang Afrika Bisa Menjadi Kaisar Romawi?
Pada pertempuran itu, Julius Caesar dibunuh pada tahun 44 SM dan dalam wasiatnya secara resmi ia telah mengadopsi Gaius Octavius sebagai anak angkatnya.
Octavius mengambil nama Julius Caesar sebagai namanya. Ia menubah namanya dengan Julius Caesar Octavianus atau Oktavianus (atau hanya Caesar) sampai pada akhirnya dia menggunakan nama resminya, Imperator Caesar Augustus pada 16 Januari 17 SM.
"Dengan menggunakan nama paman buyutnya, Oktavianus berhasil mengambil jubah politik Caesar pada usia 18 tahun, sebagai pemimpin besar Romawi meneruskan tampuk kepemimpinan yang ditinggalkan Julius Caesar," tutupnya.
Sebagai seorang politikus yang cerdas, Oktavianus memiliki pengaruh yang lebih besar pada sejarah Kekaisaran Romawi daripada Julius Caesar.
Oktavianuslah, orang yang berjasa dengan harta Cleopatra, mampu menetapkan dirinya sebagai kaisar, yang secara efektif mengakhiri Republik Romawi menjadi Kekaisaran Romawi. Itu juga menandai Augustus sebagai kaisar pertama Romawi.
Varuna, Dewa Langit dan Lautan yang 'Ambigu' dalam Tradisi Hindu Kuno
Pembentukan Konstantinopel pada tahun 330 M menjadi titik awal yang diterima secara umum dari Kekaisaran Romawi Timur, yang akhirnya jatuh ke tangan Kekaisaran Ottoman pada tahun 1453 M. Hanya para kaisar yang dianggap sebagai pemimpin sah dan menjalankan wewenang kekuasaan, kecuali untuk kaisar rekan (symbasileis) yang tidak pernah mencapai posisi sebagai pemimpin tunggal atau senior, serta sejumlah perebut kekuasaan atau pemberontak yang mengklaim gelar kekaisaran.
Daftar berikut ini dimulai dengan Konstantinus Agung, kaisar Kristen pertama, yang membangun ulang kota Bizantion menjadi ibu kota kekaisaran, Konstantinopel, dan yang diakui oleh para kaisar berikutnya sebagai pemimpin teladan. Para sejarawan modern membedakan fase akhir Kekaisaran Romawi ini sebagai Kekaisaran Bizantium karena pusat kekaisaran berpindah dari Roma ke Bizantion, integrasi Kekaisaran dengan agama Kristen, serta dominasi bahasa Yunani dibandingkan bahasa Latin.
Kekaisaran Bizantium adalah kelanjutan hukum langsung dari bagian timur Kekaisaran Romawi setelah pembagian Kekaisaran Romawi pada tahun 395. Kaisar yang tercantum hingga masa Theodosius I pada tahun 395 adalah penguasa tunggal atau bersama dari seluruh Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi Barat bertahan hingga tahun 476. Para kaisar Bizantium menganggap diri mereka sebagai pewaris langsung kaisar Romawi sejak Augustus; istilah "Bizantium" baru digunakan dalam historiografi Barat pada abad ke-19. Penggunaan gelar "Kaisar Romawi" oleh mereka yang memerintah dari Konstantinopel tidak dipertanyakan hingga setelah Paus menobatkan Charlemagne dari Frank sebagai kaisar Romawi Suci (25 Desember 800).
Gelar semua Kaisar sebelum Heraklius secara resmi adalah "Augustus", meskipun gelar lain seperti Dominus juga digunakan. Nama mereka didahului oleh Imperator Caesar dan diakhiri dengan Augustus. Setelah Heraklius, gelar tersebut umumnya menjadi Basileus dalam bahasa Yunani (Gr. Βασιλεύς), yang sebelumnya berarti penguasa, meskipun Augustus tetap digunakan dalam kapasitas yang lebih terbatas. Setelah pembentukan Kekaisaran Romawi Suci saingan di Eropa Barat, gelar "Autokrator" (Gr. Αὐτοκράτωρ) semakin sering digunakan. Pada abad-abad berikutnya, Kaisar sering disebut oleh umat Kristen Barat sebagai "Kaisar Orang Yunani". Menjelang akhir Kekaisaran, rumusan gelar kekaisaran standar bagi penguasa Bizantium adalah "[Nama Kaisar] dalam Kristus, Kaisar dan Autokrat Roma" (cf. Ῥωμαῖοι dan Rûm).
Dinasti adalah tradisi dan struktur umum bagi para pemimpin dan sistem pemerintahan pada periode Abad Pertengahan. Prinsip atau ketentuan formal untuk suksesi turun-temurun bukanlah bagian dari pemerintahan Kekaisaran; suksesi turun-temurun adalah kebiasaan dan tradisi, dilaksanakan sebagai kebiasaan dan mendapatkan legitimasi, tetapi bukan sebagai "aturan" atau syarat mutlak untuk jabatan pada saat itu.
Dinasti Palaiologos (dipulihkan ke Konstantinopel, 1261–1453)
Dinasti Yustinianus (518-602)
Non dinasti (711–717)
Dinasti Makedonia (867–1056)
Non dinasti (602–610)
Tahun Empat Kaisar (68 – 69)
Kekaisaran Romawi Barat dan Timur
Pada abad ke-4, Kekaisaran Romawi secara efektif dibagi menjadi dua bagian: Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur (kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium) yang berpusat di Konstantinopel. Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M setelah serangkaian serangan dari suku-suku barbar seperti Visigoth dan Vandal. Namun, Kekaisaran Romawi Timur terus bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M.